Otojatim.com – Mr.President (Royce Muljanto) mengisyaratkan bahwa dalam menyelesaikan sebuah permasalahan, menempuh Hukum Negara merupakan jalan yang paling akhir.
Pembahasan tentang pandangan Mr.President terhadap Hukum Negara dilakukan pada Jishuken ke-5, Senin 20 April 2020, bertempat di Excelso A Yani Surabaya.
Berikut ini poin-poin yang disampaikan Mr.President kepada awak media:
Excelso A Yani, Senin 20 April 2020. 09:00:00-09:59:59, Hukum Negara
Hukum Negara: Biarlah hanya yang tertulis yang terselesaikan. (So let it be written, so let it be done.)-Yul Brynner.
I. 09:00:00-09:09:59, Hukum Negara: Perintah pertama kali dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW adalah Iqro’
II. 09:10:00-09:19:59, Pembatasan Karma Berskala Besar
- Negara akan berjalan bila mempunyai sebuah peradaban membaca. Tulisan adalah dasar dari suatu negara dijalankan.
- Bila iqro’ telah menjadi suatu peradaban, maka bila terjadi suatu peristiwa yang melibatkan pihak-pihak semisal dengan petinggi principal, media atau aparat, maka tulisan-tulisan mengenai kejadian itu bisa dibaca. Mulai dari sisi Hukum Kebenaran, Hukum Absolute, Hukum Karma, Hukum Alam dan Hukum Negara sehingga menjadi satu kesatuan.
- Hasilnya, huruf bisa dibaca, angka bisa dianalisa. Dari angka-angka ini akan terlukis suatu fakta yang tidak bisa dipungkiri.
- Hukum Kebenaran angkanya 0, Hukum Absolute angkanya 1, Hukum Karma angkanya 2, Hukum Alam angkanya 3, Hukum Negara angkanya 4.
- Arti angka-angka ini; semisal pihak yang terlibat permasalahan ada empat, ini berarti masuk dalam Hukum Negara. Di sini tidak terjadi triniti atau suatu kesimpulan. Bila masih empat (angka genap), dua orang berpihak pada kubu yang berbeda (mis; Mr.President-Saksi-The King-Aparat), maka tidak akan ada titik temu dan yang terjadi adalah status quo.
- Bila cuma ada tiga pihak yang terlibat maka akan menjadi suatu kesimpulan. Hukum Alam angkanya 3 (aparat, korban, pengadu). Kalau sudah tiga, maka nantinya akan diputuskan akan lanjut ke pengadilan atau tidak.
- Kalau diteruskan ke pengadilan, maka tinggal 2 saja, yaitu korban dan pengadu (Hukum Karma). Di pengadilan wajib diputuskan. Siapa yang harus menang, apakah The King atau Mr.President.
- Selanjutnya bila mau diselesaikan secara kekeluargaan. Aparat ataupun principal wajib memihak di antara dua kubu. Kalau sudah berpihak, di sini wajib diputuskan. Siapa yang benar, apakah The King atau Mr.President. (Hukum Absolute). Maka mau tidak mau yang salah harus meminta maaf.
- Pada fase Hukum Kebenaran, angkanya 0, kembali ke Fitri. Bagi yang menang, tugasnya wajib (sebagai sifat pria) mencahayai dan menyayangi yang kalah. Seperti tidak ada apa-apa. Karena ada kemungkinan nantinya, yang menang membutuhkan pihak yang kalah, sebaliknya yang kalah membutuhkan pihak yang menang.
- Untuk kembali ke 0 ini membutuhkan proses yang panjang. Bukan sekadar gak tahu benar salah terus maaf-maafan.
- Hal ini hanya bisa diselesaikan bila masing-masing pihak itu menulis. Bukan menyelesaikan perbuatannya, tapi tulisannya.
- Menyelesaikan perbuatan seseorang merupakan perbuatan barbar, layaknya main hakim terhadap pencuri. Hukum Negara menyelesaikan lewat tulisan.
- CORONA (CORO, sNake dan kerA) tidak ngerti tulisan. Manusia ngerti.
III. 09:20:00-09:29:59, Hukum Negara diselesaikan lewat delik aduan.
- Setelah memahami tulisan maka Mr.President wajib untuk melakukan PKBB, Pembatasan Karma Skala Besar. Karma=hubungan.
- Melihat badai, maka lebih baik berdiam diri. Melihat The King bermasalah, maka lebih baik tidak berhubungan dengan The King.
- Mr.President membatasi The King, tidak satupun tulisan ataupun angka dari The King yang dipercaya Mr.President
- Berskala Besar, artinya tidak hanya diri dan keluarga Mr.President. Melainkan juga karyawan dan suplier/vendor usaha Mr.President tidak berhubungan dengan The King beserta karyawan dan vendornya. Termasuk dalam hal ini juga adalah aparat.
- Karyawan, vendor dan aparat harus tegas berpihak kepada siapa, memilih salah satu saja. Tidak membagi porsi.
- Deny Yulianto, Kapolsek Genteng periode 2016 pernah diingat Mr.President saat berkonflik dengan The King. Beliau yang paham perseteruan ini adalah permasalahan keluarga, menarik diri dari keberpihakan kedua belah kubu. Tidak memilih dua-duanya.
- Dari sini Mr.President menjadi tahu bahwa masih ada aparat yang bersih, yang tidak bisa dibeli. Yang memahami Hukum Kebenaran, Hukum Absolut, Hukum Karma, Hukum Alam dan Hukum Negara.
- Hukumnya tidak lagi memakai senjata, sekarang menggunakan tangan kosong alias gasakan. Yang akan menjadi delik aduan.
- Musuh Mr.President adalah The King, maka The King dan siapa saja termasuk karyawannya akan digasak, bila berada di teritori Mr.President.
- Salah satunya Ketabang, termasuk Liekmotor Mojokerto. Mr.President tidak pernah menjual Liekmotor Mojokerto. Karyawannya dianggap karyawan Liekmotor meski PT nya beda nama. Termasuk pangeran yang berada di negara lain.
- Maka tidak diragukan lagi The King wajib kalah, atau pasal-pasal di delik aduan akan berjalan.
- Mr.President dalam delik aduan adalah sebagai korban, sekaligus saksi ahli. Karena Mr.President tahu persis siapa dan bagaimana The King selaku keluarga sendiri.
Mr.President wawancara dengan awak media di Excelso A Yani (20/4) |
“Ya wajar kan, anak kecil suka sama engkongnya,” ucap Mr.President.
Hal ini dilakukan supaya tetap berlaku Hukum Alam, meskipun tertulisnya Mr.President PKBB. So let it be written, so let it be done. Biarlah hanya yang tertulis yang terselesaikan.
###