- Apa jadinya jika setelah akad jual beli, Anda baru tahu bahwa mobil bekas yang Anda beli punya kekurangan, misalnya pernah kebanjiran? Apakah penjual bisa dituntut secara hukum? Ini penjelasannya.
Otojatim.com - Mobil bekas memang menggiurkan. Harga jualnya yang lebih murah dan bisa langsung digunakan, membuat banyak orang lebih memilih membeli mobil second. Namun, ada resiko lain yang mengintai. Terlebih jika Anda tidak ahli dalam membedakan mana barang yang masih bagus dan mana yang tidak.
Biasanya, saat proses transaksi penjual akan mengklaim mobilnya bagus tanpa cacat. Sayangnya, ada saja oknum yang tidak jujur. Setelah akad jual beli, baru diketahui bahwa mobil tersebut punya kekurangan, misalnya pernah kebanjiran. Jika begini, bagaiamana pembeli menyikapinya? Apakah penjual bisa dijerat hukum?
Berdasarkan penjelasan dari pengacara Andi Saputra, jika penjual tidak memberi tahu sejak awal bahwa mobil pernah mengalami kebanjiran atau kerusakan lain, maka pembeli bisa melaporkan penjual sesuai UU perlindungan konsumen.
"Hubungan hukum antara penjual, pembeli, dan permasalahannya diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. UU ini menjadi payung hukum yang lebih khusus dan kuat dibandingkan dengan KUHP. Oleh sebab itu, kasus ini harus disikapi dalam kerangka Perlindungan Hukum, bukan kasus penipuan yang diatur dalam KUHP," terang Andi.
Lebih lanjut Andi menjelaskan, bahwa kasus ini dapat diselesaikan secara perdata. Namun, jika penjual terbukti memiliki niat menipu sejak awal, maka bisa melalui jalur pidana.
Adapun isi dari Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/jasa yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.
Sementara dalam Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa:
Kewajiban pelaku usaha meliputi:
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. Memberi konpensansi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
"Meski UU Perlindungan Konsumen bernuansa hukum keperdataan, namun apabila ditemukan niat jahat, maka penjual bisa dikenai pidana dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara," terang Andi.
Adapun bunyi dari Pasal 62 ayat 1 adalah sebagai berikut:
"Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)."
Trik Memilih Mobil Bekas Buat Pemula, Wajib Dilakukan Saat Survey
Andi Saputra menyarankan pembeli melakukan beberapa langkah apabila menghadapi kasus seperti ini. Pertama, negosiasi ulang dengan pihak penjual agar mau memberikan kompensasi atas apa yang Anda alami, selain meminta mobil dibeli kembali.
"Bila jalur musyawarah gagal, maka layangkan somasi agar penjual dapat menyelesaikan sengketa tersebut. Sampaikan tuntutan apa yang Anda minta," terang Andi.
Bila somasi tidak diindahkan, barulah Anda mengambil langkah hukum perdata dengan menggugat wanprestasi ke pengadilan negeri tempat penjual tersebut berada. Anda juga bisa meminta penyelesaian lewat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
"Bila ditemukan unsur kesengajaan menipu atau niat jahat dalam diri penjual mobil, maka bisa diselesaikan ke jalur pidana dengan melaporkan ke pihak kepolisian," pungkas Andi.
Agar kasus ini tidak menimpa Anda, jauh lebih baik jika Anda menggunakan jasa inspektor profesional atau montir kepercayaan untuk mengecek kondisi mobil sebelum akad dilakukan. Dengan begitu, kemungkinan salah memilih barang jadi lebih minimal.