- Pemberlakuan syarat tambahan untuk mendapat SIM menuai pro kontra di masyarakat. Terlepas dari tujuannya yang baik untuk menekan angka kecelakaan, masyarakat khawatir ini hanya akan membuat calo SIM semakin merajalela.
Suarajatim.com - Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya mulai memberlakukan penyertaan sertifikat pelatihan mengemudi sebagai syarat pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM). Dimana sertifikasi tersebut nantinya akan diterbitkan melalui Indonesia Safety Driving Centre (ISDC).
Sertifikat pelatihan mengemudi akan digunakan sebagai bukti kalau orang yang mengajukan pembuatan SIM sudah mempelajari tata cara berkendara yang benar terlebih dahulu melalui sekolah mengemudi. Sehingga nantinya para pemegang SIM memiliki keahlian mumpuni dalam berkendara.
Kasubdit SIM Direktorat Registrasi dan Identifikasi (Ditregident) Korlantas Polri, Kombes Polisi Tri Julianto Djatiutomo, menjelaskan bahwa hal ini penting untuk meningkatkan kemampuan, wawasan, serta etika berkendara, yang notabene merupakan faktor penting bagi keamanan, keselamatan, ketertiban, maupun kelancaran lalu lintas.
"Kemampuan, pengetahuan, wawasan, dan etika tersebut dapat dikembangkan melalui proses pelatihan untuk masyarakat calon pemohon penerbitan SIM. Tujuannya tak lain untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas," kata Julianto.
Dalam unggahan di laman Instagram @medcomid, Praktisi Keselamatan Jalan, dari Politeknik APP Jakarta, Adrian Sugiarto Wiyono, mengungkapkan bahwa peraturan perihal sertifikat ini sebetulnya sudah lama tercantum dalam Undang-undang, namun baru ramai sekarang.
"Sebenarnya ini sudah dari dulu ya. Dari Undang-undang nomer 2 tahun 2009. Dimana tertulis, salah satu syarat mendaftar pembuatan SIM harus sudah pernah training atau punya kompetensi di bidang mengemudi. Termasuk di Perpol No. 5 Tahun 2021 juga menyatakan hal yang sama," kata pria yang akrab disapa Rian itu.
Menurut Rian hal ini efektif untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia. Mengingat banyak pengemudi hanya bisa menjalankan kendaraan saja tapi belum benar-benar mengerti soal etika berkendara yang benari di jalan.
"Kalau ditanya, apakah ini efektif untuk menurunkan angka kecelakaan? Jawabannya, sangat sangat mungkin. Kebanyakan orang mengemudi pakai ilmu turun temurun saja. Padahal kalau ikut pelatihan mengemudi, mereka akan dapat update tentang banyak hal, seperti rambu-rambu terbaru dan pengetahuan lainnya seputar berkendara," terang Rian.
Lebih lanjut Rian mengungkapkan bahwa peraturan ini sangat bermanfaat, karena dibuat untuk kebaikan semua pengguna jalan.
"Kalau orang mancing saja pengen belajar gimana caranya supaya dapat ikan yang bagus, masa orang mengemudi gak pengen tahu gimana caranya supaya dirinya selamat di jalan," tutur Rian.
Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi (anev) keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas (kamseltibcarlantas), terdapat korelasi yang besar antara pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas dengan kemampuan berkendara, wawasan, pengetahuan serta etika berlalu lintas individu yang terlibat.
"Kembali lagi ke diri kita, mau selamet gak di jalan," pungkas Rian.
Peraturan ini tentu menuai pro dan kontra di masyarakat. Tak sedikit yang menilai ini hanya akan membuat pratek pungli semakin merajalela. Tanpa syarat sertifikat saja, sudah banyak pembuat SIM memilih menggunakan calo, karena tesnya yang dinilai kelewat susah.
Kekhawatiran ini tidak ditampik oleh Rian. Namun menurutnya, ini harus kembali ke masing-masing individu. Dimana keselamatan di jalan bukan tanggung jawab Dishub, Polisi, atau KNKT saja melainkan diri sendiri juga. Jadi sudah sepatutnya setiap orang belajar mengemudi dengan baik dan benar.
"Efektifitasnya harus kembali pada operasional di lapangan. Bukan hanya tentang kita sebagai pengguna jalan tapi juga proses mendapat SIM itu sendiri. Harapannya bukan hanya peraturannya yang ditambah melainkan pelaksanaannya juga bisa lebih baik," pungkas Rian.